|
- Definisi Bermalam di Mudzalifah
- · Dasar Hukum Bermalam di Mudzalifah
- · Keutamaan Bermalam di Mudzalifah
- · Tata Cara Bermalam di Mudzalifah
- · Kesalahan Yang Sering Terjadi Pada Saat Bermalam di Mudzalifah
- · Do’a Yang Dipanjatkan Pada Saat Bermalam di Mudzalifah
- · Hakekat Bermalam di Mudzalifah Dalam Kehidupan Kontekstual
Hadir di
mudzalifah pada malam hari sebelum terbit fajar, di malam hari nahar, setelah
wukuf di Arafah.
B. DASAR HUKUM MABIT DI MUDZALIFAH
Perintah Allah
swt untuk berdzikir dari Arafah sampai ke bukit Quzah (Masyarilharam) di
Mudzalifah (QS. 2: 198) dan senantiasa memohon ampun kepada Allah. (QS .2: 199).
Firman Allah Artinya : “Maka
apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah sampai di
Masarilharam (Mudzalifah) dan berdzikirlah dengan menyebut nama Allah
sebagaimana telah ditunjukannya kepadamu” (QS.2:197).
Firman Allah Artinya: “Kemudian bertolaklah kamu dari orang banyak (Arafah) dan mohonlah
ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah maha pengmpun lagi maha penyayang” (QS.2:198)
C. KEUTAMAAN MABIT DI MUDZALIFAH
Mabit di Mudzalifah dipergunakan untuk merenungi
diri-sendiri agar memperoleh kesadaran dan hikmah.
D.
TATACARA PELAKSANAAN MABIT DI MUDZALIFAH
Sebelum matahari terbenam di hari Arafah,maka jamaah haji menuju
Mudzalifah dengan tertib dan sopan seraya membaca talbiyah. Setelah sampai di
Mudzalifah melakukan sholat maghrib 3 rokaat dan Isa’ 2 rokaat dengan dijama’.
Kemudian mencari kerikil untuk melempar jumroh (jamarat) esok harinya
sebanyak 50-70 butir kerikil, kemudian
tidur di atas tikar di tempat terbuka.
Selama bermalam di Muzdalifah kita melakukan shalat tahajud di akhir
malam sampai terbenam bulan, setelah bulan terbenam , maka perjalanan
dilanjutkan menuju Mina untuk melempar jumraoh (HR. Abdullah Maulana Asma’),
kemudian berbaring sampai terbit fajar, lalu shalat subuh. Ketika matahari telah hampir terbit,
dilanjutkan bertolak menuju Mina. Malam
ini kita dapat melakukan perenungan. Bagi wanita dan anak-anak boleh berangkat
menuju ke Mina pada akhir malam (hadits dari Aisyah).
Bagi orang yang tidak mabit di Mudzalifah dia harus membayar dam
(denda). Jadi mabit di Mudzalifah hukumnya wajib kecuali bagi orang yang
uzur (Hadits riwayat Syarah Al-Muhazzab).
Selama bermalam di
Mudzalifah kita melakukan shalat Tahajud di akhir malam sampai terbenam bulan.
Setelah terbenam bulan, maka perjalanan dilanjutkan menuju Mina untuk melempar jumroh (Hadits
Riwayat Abdullah Maulana Asma’). Sesampainya di Mina kita beristirahat hingga
terbit fajar. Lalu shalat subuh. Ketika matahari hampir terbit diwaktu duha
(pagi hari) tanggal 10 Zulhijjah
dilanjutkan melempar jamroh aqobah, kemudian lukar (melepas pakaian
ihrom diganti dengan pakaian biasa), kemudian menyembelih hewan qurban dan
mencukur gundul atau mencukur pendek. Setelah itu lakukan thawaf ifadlah di
Baitullah. Keesokan harinya tanggal, 11 dan 12 Zulhijjah ba’da (sesudah) dluhur
kemudian melempar ketiganya (jamroh).
Bagi yang tidak melakukan
mabit di Muzdalifah, maka harus membayar dam (denda). Jagi mabit di Muzdalifah
hukumnya wajib, kecuali bagi orang yang uzur (HR. Syarah
al-Muhazzab).
E. KESALAHAN YANG SERING TERJADI PADA
SAAT MABIT DI MUDZALIFAH
1.
Sebagian jamaah haji saat
pertama kali datang di Muzdalifah mereka sibuk mencari batu kerikil sampai
melupakan shalat maghrib dan isa.
- Sebagian mencuci kerikil, padahal itu tidak diisyaratkan.
F. DO’A YANG DIPANJATKAN PADA SAAT MABIT
DI MUDZDALIFAH
Memperbanyak dzikir kepada Allah
G. HAKEKAT MABIT DI MUDZALIFAH
Arafah merupakan tahap
pengetahuan, maka Masy’ar (Mudzalifah) merupakan tahap kesadaran. Evaluasi pengetahuan menimbulkan kesadaran dalam diri manusia yang
berakibat adanya kemajuan ilmiah. Pengetahuan itu tidak ada yang baik atau yang
buruk. Pengetahuan dapat bermanfaat atau menyesatkan manusia, kesucian dan kenistaan
tak ada hubunganya dengan pengetahuan. Di mana saja, kapan saja dan siapa saja, ilmu pengetahuan itu adalah ilmu
pengetahuan. Kepicikan hanya terdapat dalam “kesadaran” atau kemampuan untuk
memanfaatkan, mengarahkan dan mengubah pengetahuan menjadi moralitas,
immoralitas, damai, perang, keadilan dan kedzaliman. Jadi bukan pengetahuan,
namun kesadaranlah yang membuat seseorang menjadi menindas atau pencinta
kemerdekaan, menyeleweng atau manusia saleh. Melalui haji kesadaran itu diubah
menjadi kesadaran mulia yang dikendalikan oleh kesalehan kerendahan hati dan kesucian. Masy’ar adalah
tahap kesadaran atau hubungan subyektif diantara ide-ide dengan banyak
melakukan konsentrasi dalam kegelapan dan keheningan malam. Hikmah adalah
mengetahuan mengenai petunjuk yang
benar. Setiap orang dapat mempelajari pengetahuan Arafat, tetapi intuisi
masy’ar adalah cahaya yang hanya dinyalakan Allah dalam hati orang-orang yang
dikehendaki-Nya. Mereka ini bukan
orang-orang berjuang demi diri sendiri, melainkan demi orang-orang lain, sesuai
dengan firman Allah:
والَّذِيْنَ جاَهَدُوْا فِيْنَا
لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَاِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ *
Artinya: “Dan
orang-orang yang berjihad dijalan Kami, niscaya Kami akan menunjukkan kepada
mereka, dan sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang berbuat baik”.
(QS.29:69).
Persinggahan di masy’ar ini dimaksudkan dan
dianalogikan berpikir, membuat rencana, menguatkan semangat, mengumpulkan
senjata dan mempersiapkan diri untuk menghadapi peperangan. Hal ini dilakukan
di kegelapan karena secara diam-diam kita sedang melakukan penyergapan, kemudian pergi ke Mina. Keesokan harinya kita terjun ke kancah pertempuran yang
dahsyat karena syetan-syetan sedang menantikan kedatangan kita di medan
pertempuran Mina.
TATA CARA MELEMPAR JUMROH KLIK DISINI
TATA CARA MELEMPAR JUMROH KLIK DISINI